OPINI-Sebutan negara agraris bagi Indonesia sangat sering terdengar. Namun, selama ini Indonesia masih menjadi negara yang kebutuhan pangannya bergantung pada pasar impor. Padahal, kekayaan tanah subur di Indonesia sangat melimpah.
Pada tahun 1984, Indonesia sempat mencapai pada titik keberhasilan swasembada pangan. Keberhasilan ini bukan terjadi secara tiba-tiba, melainkan melalui upaya serius dan terarah, salah satunya adalah adanya dukungan kebijakan yang kuat terhadap sektor pertanian. Namun demikian, keberhasilan ini tidak bertahan lama. Setelah melewati masa kejayaan tersebut, fokus pembangunan nasional mulai bergeser dari sektor pertanian ke sektor industri. Perubahan ini menyebabkan menurunnya fokus terhadap sektor pertanian dan berdampak pada tidak berlanjutnya swasembada pangan pada tahun-tahun selanjutnya. Padahal, ketahanan dan kemandirian pangan sangat penting bagi stabilitas nasional dan kesejahteraan masyarakat.
Kini, pada era Presiden Prabowo, swasembada pangan tersebut menjadi isu-isu yang terulang kembali. Pada pidato pertama Presiden Prabowo usai pengucapan sumpah sebagai Presiden Republik Indonesia di Gedung Nusantara MPR/DPR/DPD, pada Minggu, 20
Oktober 2024, beliau menyampaikan bahwa, dirinya mencanangkan Indonesia harus segera swasembada pangan dalam waktu yang sesingkat-singkatnya. Kita tidak boleh bergantung dari sumber makanan dari luar.
Berdasarkan data Badan Pangan Nasional (Bapanas) pada tanggal 4 Mei 2025, stok
beras nasional mengalami lonjakan yang signifikan, dari 8,4 juta ton di awal tahun menjadi 14,8 juta ton pada akhir Mei 2025. Diperkirakan hingga akhir tahun 2025, total ketersediaan beras nasional bisa mencapai 41,2 juta ton. Sementara itu, kebutuhan konsumsi domestik hanya sekitar 30,9 juta ton beras, sehingga memiliki potensi surplus sebanyak 10,2 juta ton. Dilihat dari data tersebut, membuat kita semakin yakin untuk keberhasilan swasembada pangan ini.
Namun, swasembada pangan seringkali dipandang sebagai impian yang sulit
direalisasikan, disebabkan perlunya strategi yang kuat dari berbagai sisi. Dengan demikian, dalam meraih keberhasilan untuk menciptakan swasembada pangan yang berkelanjutan, diperlukan strategi yang terpadu, terstruktur, dan memiliki tolok ukur yang jelas di seluruh
sektor terkait.
Pertama, perlunya penerapan program regenerasi petani secara sistematis. Saat ini,
sektor pertanian didominasi oleh petani dengan usia lanjut, sementara kontribusi generasi muda dalam dunia pertanian masih sangat minim. Oleh sebab itu, regenerasi petani harus dijadikan prioritas utama dalam kebijakan pembangunan pertanian. Tidak hanya itu, pendidikan dan pelatihan berbasis teknologi pertanian modern juga harus diperbanyak agar
sektor ini bisa beradaptasi dengan perkembangan zaman.
Kedua, dalam upaya swasembada pangan, pentingnya ketersediaan harga pupuk
terjangkau. Harga pupuk yang terlalu tinggi menjadi beban tambahan bagi petani, yang pada akhirnya dapat menurunkan produktivitas dan hasil panen. Untuk itu, pemerintah perlu memastikan ketersediaan pupuk bersubsidi yang merata, tepat sasaran, serta mudah diakses oleh seluruh petani, terutama mereka yang berada di daerah terpencil.
Kemudian, keberhasilan swasembada pangan juga sangat bergantung pada kolaborasi berbagai pihak. Pemerintah bisa mendorong inovasi lewat bantuan alat pertanian modern, sementara masyarakat umum bisa mendukung dengan membeli produk lokal seperti beras organik dari petani lokal, yang secara tidak langsung mendorong keberlanjutan sektor
pertanian nasional.
Kerja sama yang kuat antar berbagai pihak akan membentuk ekosistem pertanian yang kokoh, sehingga cita-cita mewujudkan swasembada pangan bukan lagi sekadar impian yang sulit diraih, melainkan sebuah tujuan yang realistis dan dapat dicapai secara bertahap dan terencana.
Dengan terbentuknya ekosistem pertanian yang tangguh, berkelanjutan, dan didukung
oleh kolaborasi lintas sektor secara konsisten, Indonesia memiliki peluang besar untuk tidak hanya mencapai swasembada pangan, tetapi juga tampil sebagai pemain utama di pasar pangan internasional. Kemandirian dalam produksi pangan akan memperkuat ketahanan nasional, sekaligus membuka jalan bagi ekspor hasil pertanian unggulan ke berbagai negara.
Hal ini tentunya akan berdampak positif terhadap pertumbuhan ekonomi nasional. Dengan tekad dan kerja sama yang konsisten, swasembada pangan bukan lagi sekadar impian, melainkan tujuan yang bisa dicapai bersama demi masa depan bangsa yang lebih mandiri dan sejahtera.
Penulis, Fatihah Aqilah, Mahasiswa Agri
Tulisan opini ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis dan tidak termasuk tanggung jawab redaksi Koran Times.
Rubrik opini di koran Times terbuka untuk umum. Panjang tulisan maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata.
Harap sertakan riwayat hidup singkat, foto diri, dan nomor telepon yang bisa dihubungi.
Kirimkan tulisan ke email: timeskoran@gmail.com
Redaksi berhak untuk tidak menayangkan opini yang dikirimkan.
