BANGKALAN,korantimes.com- Anggota Komisi VIII DPR RI, Hj. Ansari mengingatkan bahwa kasus perundungan siber atau cyberbullying menjadi ancaman nyata bagi anak-anak.

Penyampaian tersebut disampaikan anggota Komisi VIII DPR RI, Hj. Ansari saat menjadi pembicara dalam talkshow Gender Awarness di Universitas Trunojoyo Madura.

Kegiatan berlangsung dihadiri Menteri Pemberdayaan Perempuan dan perlindungan Anak RI Arifah Fauzi ini, ia mengingatkan tentang bahaya Cyberbullying.

Legislator perempuan satu-satunya dari Madura ini menguraikan, perkembangan teknologi digital memang membawa manfaat besar, tetapi di sisi yang lain muncul ancaman yang serius.

“Teknologi digital, ruang digital ini memang memberikan banyak manfaat dalam kehidupan kita, dunia menjadi semakin terhubung, informasi semakin mudah diakses, tetapi di sisi lain muncul pula ancaman yang sangat serius, yaitu kekerasan berbasis siber, yang banyak menimpa kelompok rentan, terutama perempuan dan anak,” urainya di hadapan ratusan mahasiswa dalam talkshow tersebut. Sabtu (25/10/2025).

Ditegaskan anggota Fraksi PDI Perjuangan ini, bentuk kekerasan siber semakin beragam, tidak hanya cyberbullying seperti penghinaan, ancaman, dan pelecehan secara daring, tetapi berbagai bentuk lainnya sudah sering terjadi.

“Termasuk penyebaran konten pribadi tanpa izin, grooming online, yaitu manipulasi anak di ruang digital untuk tujuan seksual. Memperdaya anak dengan tujuan jahat. Phishing (pencurian data pribadi), serta ujaran kebencian. Ini semakin memperparah kerentanan terhadap perempuan dan anak di dunia maya. Bukan tidak mungkin mahasiswi di berbagai kampus di Indonesia khususnya di Madura, lebih khusus di Universitas Trunojoyo Madura juga menjadi korban,” tegasnya.

READ  DPC Demokrat Pamekasan Lantik 13 Pengurus DPAC

Anggota DPR RI asal Kabupaten Pamekasan yang pada Pileg tahun 2024 terpilih dari Dapil Jatim XI Madura ini menjabarkan dampak dari Cyberbullying, mulai trauma psikologis, kehilangan kepercayaan, hingga gangguan tumbuh kembang pada anak.

“Banyak korban Cyberbullying ini mengalami trauma psikologis, kehilangan kepercayaan diri, hingga gangguan tumbuh kembang pada anak. Tidak jarang pula kekerasan digital menimbulkan keretakan sosial dan keluarga,” tegasnya.

Sebagai anggota Komisi VIII DPR RI, Hj. Ansari akan terus berupaya agar ruang digital Indonesia menjadi ruang yang aman dan berkeadilan khsusnya bagi perempuan dan anak.

“Kami akan terus mengawasi pelaksanaan undang-undang perlindungan ruang digital, memperjuangkan kebijakan yang berpihak kepada korban, serta memastikan platform digital memiliki tanggung jawab dan tanggap terhadap laporan kekerasan siber,” tegasnya.

Selanjutnya, ia menegaskan hingga kini Indonesia belum memiliki undang-undang khusus tentang cyberbullying. UU ITE, baik yang lama maupun perubahan melalui UU Nomor 1 Tahun 2024, belum secara eksplisit mengatur tindak pidana ini.

Sementara itu, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) RI, Arifah Fauzi yang juga hadir dalam seminar di UTM Bangkalan ini mengatakan, pihaknya telah melakukan berbagai langkah strategis terkait penanganan kekerasan terhadap perempuan dan anak di Indonesia.

Bahkan Menteri asal Kabupaten Bangkalan ini menyajikan data, bahwa 1 dari 4 anak di Indonesia pernah mengalami kekerasan, dan kekerasan tersebut terjadi dalam rumah tangga.

READ  Peringatan Hari Pahlawan 2024, Polres Pamekasan Ziarah dan Tabur Bunga di TMP

“Yang lebih mencengangkan Hasil survey nasional pengalaman anak dan remaja tahun 2024 lebih memprihatinkan lagi, menunjukkan, 1 dari dua anak mengalami kekerasan, khususnya di usia 13 sampai 17 tahun,” terangnya.

Ditegaskan, atas perintah dari Presiden Prabowo Subianto, Kemeneterian PPPA telah menjalankan program dalam upaya meminimalisir terjadinya kekerasan terhadap perempuan dan anak, berkolaborasi dengan kementerian lain dan semua pihak yang berwenang.

Salah satu program yang telah dilaksankan berupa program Sekolah Kepemimpinan Perempuan Kartini dan berbagai program strategis lainnya.