KORAN TIMES – Pembangunan Indonesia membutuhkan pendanaan yang jauh melebihi kapasitas fiskal saat ini. Dengan penerimaan negara yang hanya berkisar Rp 1.800 – 2.000 triliun per tahun, sementara belanja pemerintah pusat dan daerah mencapai Rp 9.750 triliun, kesenjangan pembiayaan untuk investasi infrastruktur sangat besar. Pemerintah baru telah menetapkan target ambisius untuk menaikkan tax ratio menjadi 23% dari Produk Domestik Bruto (PDB), meskipun saat ini tax ratio Indonesia masih berada di angka 10-12%. Bagaimana strategi yang dapat ditempuh untuk mencapai target ini? Transformasi sistem perpajakan menjadi kunci utama.

Reformasi Organisasi Pajak: Pembentukan Badan Penerimaan Negara (BPN)

Salah satu strategi utama adalah reformasi organisasi perpajakan melalui pembentukan Badan Penerimaan Negara (BPN). Pemerintah berharap dapat meniru model Revenue Authority of Singapore yang sukses meningkatkan tax ratio menjadi 16-19%. Melalui BPN, kebijakan perpajakan dapat diterapkan dengan lebih efisien dan adaptif terhadap perubahan ekonomi global. Namun, penting untuk membangun kepercayaan publik terhadap BPN dengan menjamin transparansi dan akuntabilitas, serta melibatkan pengawasan independen.

Perluasan Basis Penerimaan Pajak: Sektor Digital, UMKM, dan Sektor Informal

Memperluas basis penerimaan pajak sangat krusial untuk mencapai target tax ratio. Pemerintah perlu memaksimalkan potensi pajak dari sektor digital, UMKM, dan sektor informal yang saat ini berkembang pesat. Penyerapan pajak dari e-commerce dan UMKM dapat dipercepat dengan memperbaiki integrasi sistem perpajakan serta menyederhanakan pelaporan pajak. Normalisasi insentif seperti PPh final 1% dan peningkatan plafon PKP (Pengusaha Kena Pajak) akan membantu sektor informal dan digital berkontribusi lebih banyak terhadap penerimaan negara.

READ  Musik Tarling: Identitas Budaya yang Tak Boleh Tergerus oleh Modernitas

Peningkatan Kepatuhan Pajak dan Inovasi Teknologi

Seiring peningkatan Human Development Index (HDI) Indonesia, pemerintah perlu memperkuat pelayanan administrasi perpajakan. Dalam jangka pendek, reformasi di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) harus dilakukan dengan merotasi tenaga penyuluh untuk mendukung beban kerja Account Representatives (AR). Di sisi teknologi, pemerintah perlu mengadopsi sistem seperti Auto-Inclusion Scheme (AIS) dan Seamless Filing System dari Singapura yang memudahkan proses pelaporan pajak secara otomatis dan terintegrasi. Investasi dalam infrastruktur teknologi dan arsitektur data berbasis Big Data serta teknologi analitik akan memperkuat kepatuhan dan meningkatkan akurasi penerimaan pajak.

Pengembangan Kebijakan Pajak Berkelanjutan: Lingkungan dan Sosial

Untuk memastikan pertumbuhan yang berkelanjutan, kebijakan perpajakan harus mengadopsi pendekatan ramah lingkungan. Pajak karbon dan plastik, serta insentif pajak untuk sektor berbasis green economy, harus diperkenalkan. Selain itu, pendekatan baru kepada High Net Worth Individuals (HNWI) melalui skema Direct Impact Tax (DIT) perlu dilakukan untuk memastikan mereka berkontribusi langsung pada proyek pembangunan infrastruktur, di luar batasan CSR (Corporate Social Responsibility).

Kesimpulan

Meningkatkan tax ratio hingga 23% adalah target yang berat, namun dapat dicapai melalui reformasi menyeluruh dalam organisasi perpajakan, perluasan basis pajak, serta peningkatan kepatuhan dengan bantuan teknologi. Pemerintah perlu memastikan bahwa kebijakan perpajakan tidak hanya memfokuskan pada peningkatan penerimaan, tetapi juga mendukung pembangunan berkelanjutan dan inklusif bagi seluruh lapisan masyarakat.

READ  Fenomena “Indonesia Gelap”: Mengembalikan Cita-Cita Reformasi 1998

 

 

***

 

*) Ditulis oleh Marthias Priambodo, M.Sc., Government Financial Specialist, Kementerian Perencanaan Pendanaan Pembangunan.

*) Tulisan opini ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis dan tidak termasuk tanggung jawab redaksi Koran Times.

*) Rubrik opini di koran Times terbuka untuk umum. Panjang tulisan maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata.

*) Harap sertakan riwayat hidup singkat, foto diri, dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

*) Kirimkan tulisan ke email: timeskoran@gmail.com.

*) Redaksi berhak untuk tidak menayangkan opini yang dikirimkan.

Print Friendly, PDF & Email