JAKARTA,KORAN TIMES– Anggota DPR RI dari Partai Persatuan Pembangunan (PPP) menganggap revisi UU Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara sebagai hal wajar. Revisi itu menurutnya diperlukan untuk efektivitas jalannya penyelenggaraan pemerintahan.
“Diperlukan revisi untuk menyesuaikan dengan dinamika global dan efektivitas penyelenggaraan pemerintahan,” kata Illiza Sa’aduddin Djamal Anggota DPR RI dari PPP saat menjadi pembicara Seminar Fraksi PPP bertajuk “RUU Kementerian Negara, Kebutuhan atau Kepentingan?” di Gedung Nusantara I DPR RI, Jakarta Pusat, Kamis (27/6).
Anggota Panja RUU Kementerian Negara ini juga mengatakan, kebutuhan kasyarakat terus berubah secara signifikan sehingga revisi itu diperlukan. Ia kemudian meminta jumlah Kementerian dan Lembaga negara harus memperhatikan aspek efektifitas dan efisiensi.
“Perlu keseimbangan antara efisiensi dan efektifitas dalam menentukan jumlah Kementerian. Efisiensi itu penting, efektifitas itu jauh lebih penting dalam mencapai tujuan penyelenggaraan pemerintahan,” ucap Illiza.
Politisi PPP asal Aceh ini mengatakan bahwa revisi UU Nomor 39 Tahun 2008 ini juga dibahas sebagai tindak lanjut dari putusan Mahkamah Konstitusi (MK). Lewat putusan Nomor 79/PUU-IX/2011, MK menyatakan penjelasan Pasal 10 UU itu bertentangan dengan UUD 1945.
Sekretaris Fraksi PPP Achmad Baidowi yang juga Wakil Ketua Baleg DPR RI mengatakan, revisi UU Kementerian Negara merupakan usul inisiatif DPR RI. Meski tidak masuk dalam Prolegnas DPR, revisi UU ini tetap diperbolehkan karena memiliki dasar.
Dijelaskannya, RUU yang dibahas oleh DPR harus masuk Prolegnas kecuali RUU yang masuk daftar kumulatif terbuka, yakni RUU yang bisa dibahas sewaktu-waktu. Salah satu yang masuk daftar kumulatif terbuka adalah RUU dari dampak putusan MK.
“Tidak haram bagi kita untuk mengevaluasi sistem yang berjalan. Kalau ada sistem yang melenceng kita perbaiki,” tegas Awiek saat menjadi Keynote Speaker Seminar Fraksi PPP.
Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden Ade Irfan Pulungan menambahkan, jumlah Kementerian disesuaikan kebutuhan Presiden sudah sesuatu teori negara, yaitu hukum secara esensi bermakna bahwa hukum adalah supreme dan kewajiban bagi setiap penyelenggara negara.
“Pembentukan menteri merupakan hak prerogatif dari presiden, juga merupakan amanah dari Undang-Undang. UU Nomor 39 Tahun 2008 menitikberatkan pada peningkatan pelayanan publik,” terang Irfan.
Pakar Hukum Tata Negara Universitas Pancasila Isnaeni Ramdhan juga memberikan catatan dalam revisi UU Kementerian Negara. “Persoalan Kementerian Negara merupakan persoalan multi-dimensional dan persoalan klasik antara pemerintah dan parlemen, sehingga sudah selayaknya dirumuskan secara komprehensif,” tutupnya.
Pewarta:Kosim
Editor :Hasbullah