Surabaya,korantimes.com— Jaringan Kawal Jawa Timur (Jaka Jatim) mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menahan seluruh tersangka dalam kasus dugaan korupsi dana hibah Pemerintah Provinsi Jawa Timur (Pemprov Jatim) tahun anggaran 2019–2022. Desakan ini disampaikan menyusul langkah KPK yang baru menahan empat dari total 21 tersangka dalam perkara tersebut.
Koordinator Jaka Jatim, Musfiq, menilai langkah KPK tersebut menimbulkan kesan tebang pilih. Ia menegaskan bahwa seluruh tersangka seharusnya diperlakukan sama di hadapan hukum.
“KPK seharusnya menahan seluruh tersangka secara adil tanpa pandang bulu. Kalau sudah ada 21 orang yang ditetapkan, maka penahanannya juga harus komplit. Jangan hanya sebagian,” ujar Musfiq di Surabaya, Senin (4/11/2025).
Menurut Musfiq, penahanan empat tersangka yang berasal dari lingkar politik tertentu sementara tersangka lain belum ditahan dapat memunculkan kesan politis dalam proses hukum.
“Kami melihat ada kesan politis dalam langkah penegakan hukum KPK kali ini. Padahal asas hukum kita jelas, equality before the law, semua orang sama di depan hukum,” katanya.
Ia juga menilai ketidaktegasan KPK justru menimbulkan persepsi negatif di masyarakat dan melemahkan kepercayaan publik terhadap lembaga antirasuah.
Rakyat di bawah menunggu kejelasan. Jangan sampai muncul pikiran bahwa hukum bisa dipilih-pilih. Kalau terbukti bersalah, segera tahan, segera sidangkan,” tegas Musfiq.
Sebelumnya, pada 2 Oktober 2025, KPK menahan empat tersangka dalam kasus dugaan korupsi pemberian hadiah atau janji terkait pengelolaan dana hibah kelompok masyarakat (Pokmas) di Pemprov Jatim tahun anggaran 2019–2022. Empat tersangka yang ditahan adalah Hasanuddin (HAS), Jodi Pradana Putra (JPP), dan Wawan Kristiawan (WK) selaku pihak swasta, serta Sukar (SUK), mantan kepala desa di Tulungagung. Penahanan dilakukan selama 20 hari pertama di Rutan KPK Cabang Gedung Merah Putih, Jakarta.
Sementara itu, 17 tersangka lainnya yang telah ditetapkan sejak 5 Juli 2024 hingga kini belum ditahan. Jaka Jatim menilai hal ini menimbulkan ketimpangan dalam penegakan hukum.
Berdasarkan informasi yang dihimpun, ke-21 tersangka kasus dana hibah Jatim terdiri atas:
A. Empat tersangka penerima suap:
1. Ketua DPRD Jatim 2019–2024 Kusnadi (KUS)
2. Wakil Ketua DPRD Jatim 2019–2024 Anwar Sadad (AS)
3. Wakil Ketua DPRD Jatim 2019–2024 Achmad Iskandar (AI)
4. Staf Anwar Sadad, Bagus Wahyudiono (BGS)
B. Tujuh belas tersangka pemberi suap:
1. Anggota DPRD Jatim 2019–2024 Mahfud (MHD)
2. Wakil Ketua DPRD Sampang 2019–2024 Fauzan Adima (FA)
3. Wakil Ketua DPRD Probolinggo 2019–2024 Jon Junaidi (JJ)
4. Pihak swasta dari Sampang Ahmad Heriyadi (AH)
5. Pihak swasta dari Sampang Ahmad Affandy (AA)
6. Pihak swasta dari Sampang Abdul Motollib (AM)
7. Pihak swasta dari Probolinggo, kini anggota DPRD Jatim 2024–2029 Moch. Mahrus
8. Pihak swasta dari Tulungagung A. Royan (AR)
9. Pihak swasta dari Tulungagung Wawan Kristiawan (WK)
10. Mantan Kepala Desa Tulungagung Sukar (SUK)
11. Pihak swasta dari Bangkalan Ra Wahid Ruslan (RWR)
12. Pihak swasta dari Bangkalan Mashudi (MS)
13. Pihak swasta dari Pasuruan M. Fathullah (MF)
14. Pihak swasta dari Pasuruan Achmad Yahya (AY)
15. Pihak swasta dari Sumenep Ahmad Jailani (AJ)
16. Pihak swasta dari Gresik, kini anggota DPRD Jatim 2024–2029 Hasanuddin (HAS)
17. Pihak swasta dari Blitar Jodi Pradana Putra (JPP)
Kasus dana hibah Jatim merupakan pengembangan dari operasi tangkap tangan (OTT) KPK pada Desember 2022. Dalam konstruksi perkara, dana hibah Pokmas dikondisikan melalui mekanisme pokok-pokok pikiran (Pokir) anggota DPRD Jatim dengan skema pembagian komisi. Akibatnya, hanya sekitar 55–70 persen dana benar-benar digunakan untuk masyarakat.
Dari hasil penyidikan KPK, Ketua DPRD Jatim periode 2019–2024, Kusnadi, disebut menerima komitmen fee hingga Rp32,2 miliar dari proyek dana hibah tersebut.
Musfiq menilai lambatnya proses hukum terhadap seluruh tersangka menciptakan ketidakpastian dan kesan “masuk angin” di tubuh penegak hukum.
“Kasus ini sudah berjalan sejak 5 Juli 2024. Sekarang sudah November 2025, tapi belum semua tersangka ditahan. Ini tidak elok dan menimbulkan ketidakpercayaan masyarakat terhadap hukum,” katanya.
Jaka Jatim, lanjut Musfiq, mendesak KPK menegakkan hukum secara profesional dan transparan tanpa melihat latar belakang politik para tersangka.
“Tujuan penegakan hukum adalah memastikan tidak ada yang kebal hukum di republik ini. Siapa pun yang terbukti bersalah harus ditindak tegas, tanpa pandang partai maupun jabatan,” ujar Musfiq menutup.
