JOGJAKARTA,korantimes.com-Tujuh organisasi mahasiswa asal Madura di berbagai daerah di dalam dan luar negeri menggelar kegiatan kolaborasi pada Jumat, 17 Januari 2025. Tema Seminar Internasional Kemaduraan bertajuk “Pasca Pesta Rakyat (Pilkada): Harapan Baru Pemerintah Daerah dalam Merespon Perkembangan SDM Madura”.

Kegiatan yang dilaksanakan secara daring, menghadirkan beberapa pembicara yaitu Abdul Hamid, Direktur Visi Indonesia, Imam Hidayat, Kepala Biro Kesejahteraan Rakyat Pemerintah Provinsi Jawa Timur, dan Zuhairi Miswari, Duta Besar Indonesia untuk Tunisia.

Ketujuh penyelenggara acara seminar internasional kemaduraan tersebut diantaranya Keluarga Besar Mahasiswa Madura Bandung Raya (KBMMBR) dipimpin oleh Noer Moch Yoga Zulkarnain; Forum Silaturahmi Mahasiswa Keluarga Madura Yogyakarta (FSM KMY) dipimpin oleh Ach Nurul Luthfi; Jong Madura Korpus Wilayah III, Ubaidillah sebagai pimpinannya; Ikatan Lanceng Praben Kalimantan Barat (ILP Kalbar) dipimpin oleh Fitri Andriyani; Forum Mahasiswa Madura (Formad) Jabodetabek, Ferdi Ansyah sebagai pimpinannya; Forum Studi Keluarga Madura (Forgama) Mesir, yang dipimpin oleh M Syarif Toyyib; dan Forum Silaturahmi Pelajar dan Mahasiswa Madura (Fosmaya) Yaman, Asyroful Waro sebagai pimpinannya.

Menurut Ach Nurul Luthfi selaku Ketua Panitia, kegiatan kolaborasi dengan tema tersebut diinisiasi berangkat dari kegelisahan dari ketujuh organisasi penyelenggara, bahwa Madura sebagai bagian dari Jawa Timur sudah beberapa kali menyelenggarakan pesta demokrasi hingga terakhir Pemilihan Kepala Daerah tahun 2024 tahun lalu. Akan tetapi pergantian gubernur tidak berpengaruh signifikan terhadap kemajuan di empat kabupaten Madura karena masih terdapat ketimpangan dan kesenjangan dalam taraf kesejahteraan masyarakatnya.

Lanjut Luthfi, indikator ketimpangan kesejahteraan di Jawa Timur khususnya Madura bisa dilihat berdasarkan Indeks Pertumbuhan Manusia (IPM) yang diukur dari tiga dimensi yaitu pendidikan, kesehatan dan standar hidup layak. Data Badan Pusat Statistik (BPS) tentang IPM Jawa Timur tahun 2024, menunjukkan kabupaten-kabupaten di Madura masih menjadi wilayah yang kesulitan mengakses fasilitas pendidikan. Khususnya di Sampang menjadi kabupaten paling rendah angka Harapan Lama Sekolah (HLS) dan Rata-Rata Lama Sekolah (RLS). Sedangkan Sumenep terdata sebagai kabupaten dengan Umur Harapan Hidup (UHH) terendah yang artinya kesulitan mendapatkan akses kesehatan.

Kaitannya dengan standar hidup layak, di Madura masih cukup tinggi angka kemiskinan dan minimnya lapangan pekerjaan.

“Data IPM Jawa Timur tiap tahunnya memang menunjukkan tren meningkat tetapi berbanding terbalik di Madura yang masih stagnan” tegas Luthfi.

READ  PJ Bupati Pamekasan Resmi Buka Kegiatan TMMD Ke-119 Tahun 2024

Dalam pandangan pemateri Abdul Hamid, pemerintah provinsi Jawa Timur telah gagal dalam membawa kemajuan dan kesejahteraan serta pemberdayaan sumber daya manusia di Madura. Fakta tersebut merupakan kondisi yang terperangkap dalam mesin waktu serta jalan di tempat (stagnan), hingga sekarang belum ada perkembangan.

Padahal menurutnya, hal itu bisa diperjelas dari refleksi dari berbagai kegagalan pemerintah dalam menangkap esensi kebutuhan lokal dan menjembatani disparitas antara wilayah Madura dan daerah lain di Jawa Timur. Harusnya, melalui langkah-langkah strategis yang komprehensif dan inklusif, Madura mempunyai potensi besar untuk keluar dari stagnasi dan menjadi wilayah yang maju, sejahtera, dan mandiri.

Selain terperangkap dalam mesin waktu yang stagnan, Hamid juga mengamati bahwa baik pemerintah kabupaten maupun provinsi tidak memiliki rencana yang jelas untuk memajukan sumber daya manusia.

Selain itu, pertumbuhan ekonomi Madura juga tidak banyak terdongkrak oleh keberadaan Jembatan Suramadu yang sudah beroperasi belasan tahun. Tentu, ini menjadi masalah serius dan harus menjadi atensi lebih dari pemangku kebijakan. Meskipun, semua pihak ikut bertanggung jawab atas kegagalan tersebut, mulai dari masyarakat termasuk mahasiswa dan pelajar. Akan tetapi tanggung jawab utamanya tetap kepada para pengambil kebijakan di setiap kabupaten dan daerah.

“Bentuk kegagalan pemerintah adalah karena tidak punya roadmap dalam mengembangkan SDM di Madura. Padahal tingginya kualitas SDM akan berbanding lurus dengan pertumbuhan ekonomi, ” jelas pria asal Sumenep itu.

Masalah krusial lainnya kata Hamid, pemerintah masih terjebak pada pengelolaan dana yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Alokasi APBD masih lebih dominan diperuntukkan untuk belanja langsung. Belanja langsung mengacu pada pengeluaran pemerintah untuk kebutuhan operasional dan program jangka pendek, seperti pembayaran gaji pegawai, tunjangan, perjalanan dinas, dan kegiatan seremonial.

Sementara itu, lanjut Hamid alokasi anggaran untuk pembangunan berkelanjutan memerlukan investasi yang dirancang untuk menciptakan manfaat jangka panjang, seperti pembangunan infrastruktur, peningkatan pendidikan, serta pelestarian lingkungan.

“APBD masih dialokasikan kepada belanja langsung malah hampir 70% contohnya kalau di Sumenep. Padahal yang butuh adalah manfaat berkelanjutan, ” ungkapnya.

Bagi Hamid demi memberdayakan SDM terlebih mahasiswa, pemerintah provinsi atau kabupaten bisa menyediakan sarana dan prasarana yang menunjang pengembangan potensi serta proses belajar mereka. Seperti halnya menyediakan beasiswa dan tempat asrama tiap masing-masing mereka belajar di dalam negeri maupun luar negeri. Namun, mereka para mahasiswa juga dituntut untuk kembali ke daerah masing kemudian membuat perubahan dan kontribusi yang nyata.

READ  Sidang Gugatan Petinggi Lembaga Hukum Negara Kembali Ditunda

“Fungsi mahasiswa untuk mengingatkan dan mengkritik pemerintah agar bekerja lebih baik. Tapi bisa juga sebagai mitra kerja sehingga bisa menjadi bagian dari proses perubahan itu” pungkasnya.

Menanggapi persoalan di atas, Imam Hidayat dari pemerintah provinsi Jawa Timur, yang digantikan oleh Deni Prasetyo Anggoro, menyampaikan bahwa salah satu potensi yang ada di Madura adalah perkembangan khazanah keilmuan keagamaan yang sangat kental dan pesat. Sehingga salah satu upaya yang telah dan akan dilakukan oleh pemerintah Jawa Timur adalah memberdayakan pondok pesantren.

Menurutnya, pesantren menjadi keunggulan melalui kearifan lokal di Madura yang perlu menjadi perhatian khusus, sehingga bisa menciptakan para santri yang berkualitas.
Lanjut Deni, upaya dari program pemerintah Jawa Timur dalam pengambangan SDM adalah pemberian beasiswa.

Dari data penerima beasiswa tersebut terhitung dari periode 2019-2024 totalnya berjumlah 5680 mahasiswa yang tersebar di dalam negeri maupun luar negeri. Rinciannya adalah S1, S2 dan S3 Perguruan Tinggi Keagamaan Islam (PTKI), Ma’had Aly dan S1 Al-Azhar Kairo. Meskipun pemberian beasiswa tersebut diperuntukkan secara umum bagi yang berasal dari Jawa Timur bukan hanya dari Madura.

“Kami sudah melakukan upaya untuk pengambangan SDM, tapi kalau di Madura fokusnya ke pesantren” jelas Deni yang menjabat sebagai Analis Kebijakan Biro Kesejahteraan Rakyat Provinsi Jawa Timur.

Program berikutnya yang sedang dirancang oleh pemerintah Jawa Timur untuk tahun 2025 kata Deni adalah optimalisasi pendidikan dan pelatihan vokasi pesantren. Regulasinya sudah tersedia seperti Peraturan Presiden No. 68 tahun 2022 tentang Revitalisasi Pendidikan Vokasi dan Pelatihan Vokasi; Peraturan Gubernur Jawa Timur No. 38 tahun 2024 tentang Perencanaan Strategi Pendidikan Vokasi n Pelatihan Vokasi; kemudian Surat Keputusan Gubernur Jawa Timur No. 188/333/KPTS/013/2023 tentang Tim Koordinasi Daerah Revitalisasi Pendidikan Vokasi dan Pelatihan Vokasi Jawa Timur periode 2023-2024.

Pihaknya sedang membentuk Kelompok Kerja (Pokja) pesantren dalam tim koordinasi daerah revitalisasi pendidikan vokasi dan pelatihan vokasi. Tentu, tim tersebut fokus untuk melakukan revitalisasi pendidikan dan pelatihan vokasi pesantren di Jawa Timur.

Print Friendly, PDF & Email