MADEMAU,KORAN TIMES— Warga Desa Madawau, Kecamatan Madapangga, Kabupaten Bima, melaporkan dugaan maladministrasi dan tindakan suap yang dilakukan oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Bima terkait pembatalan Sertifikat Hak Milik (SHM) mereka.

Laporan ini disampaikan kepada Menteri Agraria dan Tata Ruang Republik Indonesia di Jakarta Selatan.

Dalam laporan yang diterima redaksi, warga menuding BPN Kabupaten Bima mengeluarkan surat pembatalan SHM yang dianggap tidak sesuai dengan prosedur hukum yang berlaku.

Keputusan tersebut diduga telah menutupi kebenaran dan keadilan bagi warga, yang tanahnya telah menjadi hak milik mereka sejak sebelum kemerdekaan Indonesia.

“Kami merasa terjolimi atas tindakan sewenang-wenang ini,” ujar Anwar Ibrahim,
Kepala Desa Madawau, yang mengirimkan laporan tersebut. Sabtu (17/8/2024).

Menurutnya, pembatalan SHM dilakukan tanpa dasar yang jelas dan terdapat kejanggalan dalam surat-surat yang diterbitkan BPN, termasuk beberapa surat yang tidak memiliki nomor lengkap dan tidak distempel resmi.

Kasus ini bermula dari upaya Yayasan Islam Bima yang diduga berusaha mengklaim tanah milik warga Madawau. Meski yayasan tersebut tidak memiliki bukti kepemilikan, BPN Kabupaten Bima tetap mengeluarkan keputusan yang merugikan warga.

Bahkan, dalam pemeriksaan yang lebih mendalam, Yayasan Islam Bima mengakui bahwa tanah seluas 20.000 meter persegi bukan merupakan aset mereka.

Lebih lanjut,ia menyatakan laporan tersebut juga mengungkap adanya dugaan suap di lingkungan BPN Kabupaten Bima. Dugaan ini berkaitan dengan pencabutan gugatan warga Desa Madawau di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Mataram, yang dilakukan setelah adanya kesepakatan damai antara pengacara warga dan
pejabat BPN.

READ  Jokowi dan MPR Sepakati Tidak Ada Amandemen UUD 1945

Terdapat enam belas sertifikat hak milik yang dibatalkan oleh BPN Kabupaten Bima, yang kini masih berada di Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Pesisir Akbar sebagai jaminan pinjaman. Sertifikat-sertifikat tersebut mencakup luas tanah yang bervariasi antara 200 hingga 2.003 meter persegi, milik warga yang sudah lama menduduki tanah tersebut.

“Kami telah berulang kali meminta klarifikasi, baik secara langsung maupun melalui surat, namun tidak ada respons dari pihak BPN Kabupaten Bima,” kata Anwar Ibrahim.

Pihaknya, mendesak Menteri Agraria dan Tata Ruang untuk segera meninjau kembali keputusan ini dan memberikan keadilan bagi masyarakat.

“Warga Desa Madawau berharap agar pemerintah pusat dapat turun tangan untuk menyelesaikan masalah ini, mengingat dampaknya yang besar terhadap kehidupan mereka, ” Tukasnya.

Pihaknya, juga mengingatkan bahwa tanah tersebut telah diakui oleh sistem dan tidak ditemukan satupun bukti yang mendukung klaim Yayasan Islam Bima.

“Kasus ini menyoroti pentingnya transparansi dan akuntabilitas dalam proses administrasi pertanahan, serta perlunya tindakan tegas terhadap oknum yang diduga terlibat dalam praktik korupsi. Masyarakat Madawau kini menunggu langkah pemerintah untuk mengembalikan hak mereka yang telah dirampas secara tidak adil,”tukasnya.

Pewarta:Lukman
Editor :Hasbullah

Print Friendly, PDF & Email