Pengusaha tembakau Madura, Haji Her layak menjadi contoh, ia berhasil menempuh citra diri melalui niat baik, dari rakyat biasa menjadi terkenal, sukses, dermawan, kini berjuang untuk mengangkat derajat petani.
Tentu Haji Her tidak instan seperti cerita publik, tiba-tiba populer, ada keringat perjuangan di sana, tidak mudah membangun citra diri seorang Haji Her, butuh proses, menguras tenaga dan pikiran, diperlukan cost tidak sedikit.
Untuk menempuh citra baik, Haji Her rajin melakukan pendekatan kepada petani, ulama dan berbagai tokoh nasional sekaliber Mahfud MD, berbagai macam persepsi dan penilaian muncul dari publik, ada yang mencaci karena dinilai pencitraan semata, ada juga mengapresiasi. Kendati demikian, Haji Her tegak lurus.
Gaya pendekatan Haji Her ini terukur, sesuai momen dan arah bisnis tembakau yang ditekuni, pendekatan ini tidak semata mencari popularitas, simpati dan keuntungan tapi rutin beramal, berawal dari kata beramal ini yang melabeli Haji Her ‘Sultan Madura’.
Dibalik brand itu ada eksposur besar, baik dari televisi nasional, media cetak, online, elektronik, tiktoker dan infuluenser. Hingga hari ini, sekecil apapun aktivitas Haji Her terekspos, terbaru bakar ‘Sate’.
Citra baik ini bisa berefek baik, bahkan potensi menjadi contoh bagi masyarakat, misalnya beramal dan berbagi hewan kurban kepada masyarakat dan Pondok Pesantren.
Berbagi hewan kurban ini rutin dilakukan sejumlah tokoh di Madura, seperti politisi Partai Persatuan Pembangunan, Achmad Baidowi. Selama 10 tahun terakhir, Achmad Baidowi rutin berkurban, terbaru ada 45 hewan kurban yang dibagikan kepada masyarakat, terdiri 5 ekor sapi dan 40 kambing. Dauh sesepuh, sesuatu yang ditiru positif akan membawa kemaslahatan orang lain.
Achmad Baidowi juga ikut andil membangun SDM dan pendidikan di Pamekasan, ia memberikan beasiswa kepada orang tidak mampu, memperjuangan insentif guru Ngaji dan Madin. Tidak luput, membantu renovasi rumah, bahkan sejumlah rumah dibangun dari titik nol.
Tokoh lainnya, ada Said Abdullah, politisi PDI Perjuangan ini membangun citra dengan kegiatan kegiatan sosial, beramal, membangun masjid serta musala di sejumlah Kecamatan di Kabupaten Sumenep.
Sebagian kegiatan Said Abdullah tidak jauh berbeda dengan Achmad Baidowi dan Haji Her, membantu orang tidak mampu, santuni anak yatim, langkah ini sebagai bentuk komitmen mereka mensejahterakan, memperkuat solidaritas dan kebersamaan.
Model pendekatan tokoh ke masyarakat seperti ini sudah menjadi kebutuhan, bukan semata mencari popularitas, sudah sewajarnya membantu dan berbagi untuk invetasi amal di akhirat.
Jauh sebelum Haji Her membangun personal branding, tokoh-tokoh besar di Madura telah membangun citra. Contoh misalnya, mantan Bupati Pamekasan, Kiai Kholilirrahman dan Wakil Bupati Pamekasan Fattah Jasin.
Kedua tokoh ini sama-sama punya niat untuk maju calon Bupati Pamekasan, 2024. Sekalipun sudah terkenal, mereka tetap memasang baliho untuk menampilkan keunggulan masing-masing, membangun citra baik untuk bisa kembali menarik simpati publik.
Untuk memaksimalkan eksposur, mereka menggunakan media mainstream, memanfaatkan platform Instagram, Tiktok, Facebook, Youtube dan Medsos lainnya, dari aktivitas biasa hingga safari politik ke Pondok Pesantren tak luput dari sorotan camera. Jika dipolitisir, persepsi publik akan berbalik, dari baik menjadi buruk, tergantung orang menilainya, bahkan bisa melebar hingga mengulik privasi kurang baik.(*)
Penulis: Ridwan Taubat, Jurnalis koranmadura.