Bogor —Wacana penetapan Presiden Kedua Republik Indonesia, H. M. Soeharto, sebagai Pahlawan Nasional terus menjadi perbincangan hangat di tengah masyarakat. Di antara suara-suara yang muncul, Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Kota Bogor mengambil sikap tegas: mendukung penuh pengakuan tersebut.

Ketua Umum HMI Cabang Kota Bogor, Moeltazam, menilai Soeharto bukan sekadar sosok pemimpin, melainkan figur yang menorehkan jejak panjang dalam pembangunan bangsa. “Kita harus jujur mengakui, beliau mengambil alih negara di masa krisis dengan inflasi mencapai 600 persen. Tapi dari situ, bangsa ini justru bangkit dan menapaki jalan modernisasi,” ujarnya.

Bagi Moeltazam, kepemimpinan Soeharto adalah bagian dari perjalanan kolektif bangsa Indonesia menuju kemandirian. Melalui Trilogi Pembangunan, stabilitas nasional, pertumbuhan ekonomi, dan pemerataan hasil pembangunan Indonesia belajar berdiri di atas kaki sendiri. “Bangsa ini pernah begitu percaya diri, bergerak bersama di bawah satu visi pembangunan. Itulah semangat yang kita rindukan,” katanya.

Ia menambahkan, pencapaian Swasembada Pangan tahun 1984 adalah contoh konkret hasil kerja bersama antara negara dan rakyat. “Bayangkan, dari negara pengimpor beras, kita bisa mandiri dan diakui dunia. Itu bukan hanya keberhasilan seorang Soeharto, tapi keberhasilan sebuah bangsa,” lanjut Moeltazam.

Selain sektor ekonomi, ia juga menyoroti kepedulian Soeharto terhadap pendidikan rakyat. Melalui program SD Inpres, puluhan ribu sekolah dasar dibangun hingga ke pelosok negeri. Program itu membuka akses pendidikan bagi jutaan anak Indonesia yang sebelumnya jauh dari kesempatan belajar.

READ  Lapas Pamekasan Gelar Bakti Sosial di Hari Pengayoman

“Kalau hari ini anak-anak di desa bisa membaca dan menulis, itu juga buah dari kebijakan masa lalu yang berpihak pada rakyat kecil. Kita harus objektif melihatnya,” ucapnya menegaskan.

Moeltazam mengakui bahwa masa kepemimpinan Soeharto tidak lepas dari catatan kritis, namun ia menekankan pentingnya menilai sejarah secara utuh dan adil. “Tak ada pemimpin yang tanpa cela. Tapi menutup mata terhadap jasa besarnya sama saja mengingkari bagian dari sejarah bangsa sendiri,” katanya.

Menurutnya, gelar Pahlawan Nasional bukan sekadar penghormatan simbolik, melainkan bentuk tanggung jawab moral bangsa terhadap sejarahnya sendiri. “Menghargai jasa para pendahulu bukan berarti melupakan kesalahan, tetapi menempatkan sejarah pada tempatnya,” ujarnya.

Menutup pernyataannya, Ketua Umum HMI Cabang Kota Bogor itu menyerukan agar generasi muda tidak mudah terjebak pada dikotomi hitam-putih dalam menilai masa lalu. “Bangsa yang besar adalah bangsa yang berani berdamai dengan sejarahnya. Sudah saatnya kita bersikap arif, melihat Soeharto bukan hanya dari sisi gelap, tetapi juga dari cahaya yang pernah ia nyalakan bagi bangsa ini,” pungkasnya.