OPINI-Kekhawatiran kita semua terhadap masa depan lingkungan hidup di Indonesia bukanlah tanpa akasan. Kekhawatiran tersebut muncul karena aktifitas bisnis lingkungan hidup marak terjadi akibat tuntutan pembangunan yang terus ditingkatkan dari waktu ke waktu. Di sisi lain, pencemaran lingkungan hidup akibat sampah, tidak hanya terjadi pada wilayah daratan, tetapi juga di wilayah perairan sungai dan lautan tiap hari semakin meningkat secara kuantitas maupun kualitasnya. Belum lagi, degradasi lingkungan hidup pada pesisir pantai merupakan fakta yang tidak bisa terbantahkan.

Sebagai makhluk Allah SWT, manusia merupakan salah satu komponen dari lingkungan hidup yang tidak terpisahkan. Namun, karena manusia memiliki keistimewaan tersendiri, maka ditempatkan berbeda dengan makhluk hidup lainnya. Satu sisi, manusia bagian dari lingkungan hidup, dan di sisi lain manusia adalah sekaligus sebagai pengelola dari lingkungan hidup itu sendiri.

Dalam pandangan Jimly Asshiddiqie (2009) bahwa lingkungan hidup yang baik dan sehat serta pelayanan kesehatan yang baik merupakan bagian dari hak asasi manusia (HAM). Penegasan ini didasarkan pada bunyi Pasal 28H ayat (1) UUD 1945. Di mana Pasal 28H ayat (1) dengan jelas menentukan, “Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan”.

Sebagai imbangan adanya hak asasi setiap orang itu, maka negara harus memberikan kepastian terhadap jaminan terpenuhinya hak setiap warga negara di dalam memperoleh lingkungan hidup yang baik dan sehat. Pada aspek yang lain, semua orang juga diwajibkan menghormati hak orang lain sehubungan dengan lingkungan hidup yang baik dan sehat sebagai bentuk timbal balik atas hak dan kewajiban yang sama-sama melekat. Segi-segi inilah yang dapat melahirkan kesadaran bersama tentang hak dan tanggung jawab semua orang di dalam menjaga dan melestarikan lingkungan hidup.

READ  Meningkatnya Kasus Pembunuhan: Antara Faktor Sosial, Agama, dan Tantangan Moral Masyarakat

Demikian halnya, negara di samping dibebani kewajiban dan tanggung jawab untuk menjamin lingkungan hidup, juga berhak menuntut setiap orang untuk menghormati hak orang lain, dan jika perlu memaksa setiap orang tidak merusak dan mencemarkan lingkungan hidup untuk kepentingan bersama.

Budaya Sadar Lingkungan Hidup

Persoalan lingkungan hidup tidak hanya berkutat pada ranah konseptual, diskursus dan dialektika. Tapi hal urgen juga dengan adanya tindakan aplikatif yang diharapkan menjadi pemantik dan stimulasi untuk menjaga keberlangsungan ekologi yang dimulai dari hal-hal kecil yang bermanfaat.

Di sisi lain, pemerintah dalam setiap kebijakan yang dituangkan dalam bentuk regulasi tidak boleh mengabaikan prinsip-prinsip lingkungan hidup yang baik dan sehat. Artinya, setiap program pembangunan berkelanjutan (sustainable development) dan program peningkatan ekonomi tidak boleh membuat lingkungan hidup menjadi rusak dan tercemar. Penegasan ini merupakan amanah dari Pasal 33 ayat (4) UUD 1945 yang menentukan, “Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional”.

Meskipun, semangat demokrasi dan otonomi daerah yang memberikan ruang gerak yang leluasa kepada pemerintah daerah untuk memajukan daerahnya dengan bebas, tapi kebebasan tersebut tidak boleh mereduksi substansi Pasal 33 ayat (4) UUD 1945 sebagai dasar pijakan pemerintah dan pemerintah daerah.

Pembangunan berkelanjutan (sustainable development) dan pertumbuhan ekonomi daerah yang kompetitif, jangan sampai antiklimaks dan kontraproduktif. Pembangunan berkelanjutan (sustainable development) sebagai keniscayaan dan tuntutan di tengah populasi masyarakat yang semakin meningkat harus benar-benar diseimbangkan dengan kondisi lingkungan hidup. Intinya, pemerintah daerah dengan segala kebijakan pembangunan dan pertumbuhan ekonomi daerah jangan sampai mengorbankan masa depan lingkungan hidup yang akan berimplikasi buruk terhadap masa depan kehidupan masyarakat (generasi) yang akan datang.

READ  Judi Online di Indonesia: Ancaman Serius yang Harus Diberantas

Konsideran menimbang huruf c dan huruf d UU RI No. 32/2009 tentang PPLH secara tegas menyatakan bahwa semangat otonomi daerah dalam penyelenggaraan pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia telah membawa perubahan hubungan kewenangan antara Pemerintah dan pemerintah daerah, termasuk di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Kualitas lingkungan hidup yang semakin menurun telah mengancam kelangsungan perikehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya sehingga perlu dilakukan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yang sungguh-sungguh dan konsisten oleh semua pemangku kepentingan.

Pasal 1 angka 3 UU RI No. 32/2009 tentang PPLH menentukan, “Pembangunan berkelanjutan adalah upaya sadar dan terencana yang memadukan aspek lingkungan hidup, sosial, dan ekonomi ke dalam strategi pembangunan untuk menjamin keutuhan lingkungan hidup serta keselamatan, kemampuan, kesejahteraan, dan mutu hidup generasi masa kini dan generasi masa depan”.

Alhasil, tuntutan pembangunan dan peningkatan ekonomi daerah yang semakin kompetitif pascaotonomi daerah, tetapi yang perlu diingat bahwa pembangunan tersebut harus disertai dengan upaya perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yang seimbang (balance) agar lingkungan yang baik dan sehat tetap terjaga untuk masa depan ekologi dan kemanusiaan secara komunal selamanya.(*)

Penulis Ribut Baidi Dosen Hukum Lingkungan Fakultas Hukum Universitas Islam Madura (UIM) dan Ach. Roni Mubarok Mahasiswa Prodi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Islam Madura (UIM). 

 

 

 

 

 

 

 

Print Friendly, PDF & Email