LAHAT, KORAN TIMES – Sektor pertanian merupakan salah satu sektor kunci perekonomian Indonesia, berkontribusi 11,8% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) pada Triwulan I 2023, dan menyerap tenaga kerja hingga 26,07%. Namun, produktivitas sektor ini masih terbilang rendah, sehingga menjadikan sebagian besar masyarakat pedesaan rentan terhadap kemiskinan.
Salah satu cara meningkatkan produktivitas pertanian adalah dengan memberdayakan perempuan. Perempuan memiliki peran besar dalam proses produksi pertanian, mulai dari pengolahan lahan, pemasaran hasil panen, hingga pengelolaan keuangan. Meski demikian, peran perempuan sering dianggap sebagai pendukung, sehingga akses mereka terhadap sumber daya dan teknologi masih terbatas. Oleh karena itu, pemberdayaan mereka sangat penting.
Peran Petani Perempuan di Kabupaten Lahat
Tim Peneliti Badan Kerjasama dan Manajemen Pengembangan (BKMP) Universitas Airlangga (UNAIR) bekerja sama dengan INKLUSI (Kemitraan Australia-Indonesia) dan ‘Aisyiyah melakukan riset pemberdayaan perempuan di sektor pertanian di empat kabupaten, termasuk Kabupaten Lahat. Pada 25 September 2024, hasil riset ini dipaparkan dalam diseminasi yang dihadiri dinas terkait dan perwakilan petani perempuan di Kabupaten Lahat.
Menurut Muhammad Syaikh Rohman, SE., M.Ec., anggota tim peneliti BKMP UNAIR, mayoritas petani perempuan di Lahat berusia 35-54 tahun, dan sebagian besar dari mereka adalah pemilik lahan sekaligus buruh tani. Modal yang digunakan dalam sekali produksi rata-rata mencapai Rp11.000/m², sering kali diperoleh melalui pinjaman usaha tani yang dilakukan oleh perempuan.
“Perempuan di Lahat bekerja hingga 9 jam per hari, lebih lama dari rata-rata nasional, bahkan saat hamil atau menyusui. Partisipasi mereka dalam kelompok tani dan PKK juga lebih tinggi dibandingkan rata-rata nasional,” ujar Rohman.
Meskipun begitu, mereka masih menghadapi sejumlah tantangan, seperti sulitnya memperoleh pupuk dan pestisida, keterbatasan teknologi, serta literasi digital yang rendah, termasuk dalam penggunaan smartphone sebagai alat penunjang usaha tani.
Tingkat Pemberdayaan Petani Perempuan
Ketua tim peneliti, Martha Ranggi Primanthi, S.E., MIDEC., Ph.D., menjelaskan bahwa hanya 21% petani perempuan di Kabupaten Lahat yang dinilai berdaya. Mereka lebih berdaya dalam aspek kontrol pendapatan, keikutsertaan dalam kelompok masyarakat, dan beban kerja, dibandingkan dengan daerah lain.
Namun, banyak petani perempuan mengeluhkan minimnya waktu luang dan rendahnya keterampilan berbicara di depan umum. Kendala ini berdampak pada rendahnya partisipasi dalam pengambilan keputusan produktif. Pemberdayaan perempuan juga memengaruhi akses mereka terhadap program pemerintah seperti BPJS, PKH, dan BPNT.
Pentingnya Program Pemberdayaan Berkelanjutan
Martha menekankan bahwa peningkatan pemberdayaan perempuan dapat dilakukan melalui pelatihan dan pembinaan seperti yang dilakukan oleh ‘Aisyiyah. “Perempuan usia 19-48 tahun lebih mudah diberdayakan, tetapi setelah usia 48 tahun, tingkat pemberdayaan mereka cenderung menurun,” tambahnya.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat mendorong adanya program pemberdayaan yang berkelanjutan, dengan kerjasama yang lebih erat antara petani perempuan dan berbagai pihak, termasuk pemerintah daerah dan organisasi masyarakat. Acara diseminasi di Kabupaten Lahat ini juga mendapat apresiasi dari berbagai pihak, termasuk dinas setempat dan perwakilan ‘Aisyiyah, yang berharap agar hasil riset dapat diterapkan untuk perbaikan sektor pertanian.
Pewarta: Dahlan
Editor: Lucky